Wonogiri (MKnews)-Pemerintah Kabupaten Wonogiri telah merumuskan tujuh komitmen dalam upaya penanganan kasus Tuberkolosis (TBC).
Ditemui di Radio Giri Swara Wonogiri, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri, Satyawati menyebutkan ada dua regulasi yang mengatur tentang upaya penanganan kasus TB di Wonogiri. Yang pertama Surat Keputusan Bupati Wonogiri Nomor 440/237/HK/200 tentang Pembentukan Tim District Base Public-Private Mix / Jejaring Layanan Tuberkolusis di Fasilitas Kesehatan Pemerintah dan Swasta Berbasis Kabupaten.
“Regulasi ini didukung dan dikuatkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri Nomor 17 tahun 2022 tentang Pembentukan Koalisi Organisasi Profesi untuk Penanggulangan Tuberkolusis (KOPI TBC) di Kabupaten Wonogiri,” katanya.
Pada kedua regulasi tersebut, Satyawati merinci tujuh komitmen bersama dalam upaya penanganan TB.
“Komitmen tersebut antara lain menyusun RAD (Rencana Aksi Daerah) Penanggulangan TBC Kabupaten Wonogiri, meningkatkan Standar Pelayanan Minimal bagi terduga TB tercapai 100 persen, dan memaksimalkan penemuan terduga/suspek TB di fasyankes maupun masyarakat dengan melibatkan masyarakat/kader kesehatan, komunitas, dan stakeholder lainnya,” tutur Satyawati.
Komitmen selanjutnya, terus melakukan investigasi kontak sebanyak 15-20 orang dari tiap kasus TB yang ditemukan, Pemberian Terapi Pencegahan TB (TPT) bagi semua kontak erat kasus TB yang ditemukan, menggandeng seluruh pihak untuk bersama-sama memastikan dan melakukan pendampingan bagi penderita TB sensitif maupun resisten obat, dalam menyelesaikan pengobatan.
“Yang terakhir adalah memastikan semua upaya penanganan TB yang dilakukan terlapor, tercatat dan terdokumentasi dengan baik,” katanya.
Satyawati juga menuturkan, seluruh puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Wonogiri telah mampu menemukan dan memberikan layanan kesehatan serta pengobatan bagi pasien TB.
“Di Kabupaten Wonogiri, sebanyak 34 puskemas yang tersebar di 25 kecamatan, satu RSUD, dan delapan RS swasta, semuanya telah mampu melalukan pengobatan TB dengan baik. Terkait dengan klinik swasta, kami masih berproses, tapi arahnya ke sana. Nantinya klinik kesehatan swasta pun akan mampu memberikan layanan kesehatan dan pengobatan untuk pasien TB,” terangnya.
Satyawati mengungkapkan, kendala terbesar dalam upaya penanganan kasus TB adalah pendampingan pengobatan pasien TB. Biasanya, dokter akan menganjurkan pengidap TB paru untuk mengonsumsi obat selama 6-12 bulan. Obat TB paru umumnya mengandung jenis antituberkulosis, yaitu antibiotik yang khusus digunakan untuk mematikan infeksi bakteri TB.
“Nah tantangan kami yang terbesar sebenarnya adalah pada pendampingan pengobatan ini, di mana pasien TB harus terus-menerus mengkonsumsi obat dalam kurun waktu enam bulan. Ada yang sampai 12 bulan tergantung kondisi masing-masing pasien. Ini kemudian ada pasien yang abai, setelah 3-4 bulan merasa kondisinya lebih baik, maka berhenti kontrol dan tidak lagi minum obat, kemudian bisa jadi TB resisten obat, ini kan berkepanjangan dan tidak kunjung selesai penanganannya,” tuturnya.
Ditemui di lokasi yang sama, dokter spesialis paru dari RSUD dr Soediaran MS, Eni Sudaryati mengatakan, selain kasus resistensi obat pada pasien TB, stigma negatif masyarakat pada penderita TB juga kerap ditemui.
“Penderita TB kemudian dikucilkan, orang-orang jadi takut tertular dan tidak mau berkomunikasi dengan pasien. Padahal, TB ini sendiri bisa dicegah, salah satunya dengan memakai masker, makan makanan bergizi, menjaga imun tubuh, dan imunisasi BCG pada bayi untuk mencegah penularan TB pada anak,” terang Eni.
Namun demikian, Eni menegaskan stigma masyarakat ini akan hilang dengan sendirinya, apabila pasien TB melakukan pengobatan hingga tuntas dan dinyatakan sembuh dari penyakitnya.
Karenanya, Eni mengimbau kepada seluruh masyarakat yang memiliki gejala penyakit TB atau berkontak erat dengan pasien TB, untuk bersedia membuka diri, melakukan skrining, dan penulusuran kontak dengan orang-orang di sekitarnya, agar semakin cepat penyakit tersebut tertangani oleh fayankes setempat.
Sebagai informasi, TB adalah penyakit yang dapat menular melalui droplet, yaitu ketika seseorang tidak sengaja menghirup percikan ludah dari orang lain pengidap TB. Hampir seperti pada kasus influenza, penularan TB paling sering terjadi melalui batuk atau bersin. Penularan penyakit ini lebih tinggi pada orang yang tinggal serumah dengan penderita TB. Penyakit ini dapat berakibat fatal bagi penderitanya jika tidak segera ditangani.(hms/red).
