Oleh: Rasyid Taufik, Pengajar Pondok Pesantren An Nuqthah, Kota Tangerang
Sebagaimana ibadah lainnya, puasa bukan sekedar ritual namun mengandung pesan moral bagi kehidupan kaum muslimin baik personal maupun sosial agar hidup bahagia di dunia dan akhirat.
Salah satu pesan moral dari ibadah puasa di bulan Ramadhan adalah prinsip menunda kesenangan. Bukankah makan dan minum adalah hal menyenangkan? Bukankah memenuhi kebutuhan biologis menyenangkan? Tapi itu semua kita tunda sampai adzan maghrib berkumandang. Kita tahan diri untuk tidak makan dan minum. Kita bersusah susah menahan perih sampai adzan magrib. Dan betapa senangnya kita pada saat berbuka puasa. Menikmati makanan dan minuman di atas meja.
Prinsip menunda kesenangan. Kita menyadari dan memahami bahwa untuk mendapatkan kesenangan kita harus merasakan kesusahan terlebih dahulu. Puasa adalah latihan mempraktekkan prinsip menunda kesenangan. Prinsip ini berlaku untuk personal dan sosial, dan dalam setiap aspek kehidupan kita.
Memiliki tubuh yang sehat adalah hal yang menyenangkan. Harapan semua orang yang tercermin dalam doa, “tambahkan nikmat sehat wal afiat.” Agar memiliki tubuh yang sehat kita perlu bersusah-susah menyiapkan waktu dan perlengkapan untuk berolahraga, ketat dalam mengatur frekuensi dan menu makanan, mengelola stress dengan baik dan beristirahat dan tidur yang cukup. Jika kita mau bersusah-susah melakukan itu semua maka kita akan mendapatkan kesenangan berupa tubuh yang sehat dan bugar sehingga terhindar dari berbagai penyakit seperti kardiovaskular, diabetes, osteoporosis, dan banyak penyakit lainnya.
Demikian juga dalam konteks organisasi atau perusahaan. Menjadi perusahaan yang tangguh, sehat dan lincah adalah impian para pendiri dan semua stakeholder. Kita tahu hal tersebut dari visi misi perusahaan yang ingin menjadi perusahaan terbaik, terdepan atau berkelas dunia. Perusahaan yang living legend atau legendaris dibangun dengan bersusah-susah membentuk budaya perusahaan, menginternalisasikannya kepada semua karyawan dan memastikan eksekusi strategi dan sistem berjalan dengan baik.
Jejak prinsip menunda kesenangan dalam masyarakat kita ada dalam pepatah,”berakit-rakit ke hulu, berenang-renang kemudian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.” Pada prakteknya, banyak diantara kita yang melakukan kebalikan dari pepatah itu. Dalam hidup, sebagian dari kita memilih hal-hal yang menyenangkan terlebih dahulu. Senang mengkonsumsi makanan tidak sehat seperti makanan cepat saja, makanan yang terlalu asin atau terlalu manis, sedikit konsumsi cairan seperti air putih dan jus buah dan kurang tidur. Maka tidak mengherankan jika selalu mendapatkan kesusahan pada akhirnya berupa penyakit.
Inilah prinsip yang terinspirasi dari ibadah puasa di bulan Ramadhan: menunda kesenangan.
Secara ilmiah, keutamaan memiliki prinsip dan perilaku menunda kesenangan pernah di teliti oleh seorang pakar psikologi yang Bernama Walter Mischel. Pada tahun 1960-1970 Mischel membuat suatu penelitian yang kemudian dikenal dengan nama “Marsmallow Experiment”.
Penelitian yang dilakukan di Universitas Colombia ini melibatkan tidak kurang dari 653 anak berusia 4-5 tahun. Setiap anak akan diberikan satu marshmallow, dan akan mendapat tambahan satu marshmallow lagi, hanya jika ia berhasil menunggu penguji yang akan datang dalam 15 menit kedepan tanpa memakan marshmallow yang ada dihadapannya.
Dalam eksperimen itu, ada sebagian responden anak kecil itu yang langsung memakan marshmallownya saat peneliti keluar ruangan. Ada juga yang berusaha untuk menahan godaan tapi tetap saja tidak berhasil menahan diri untuk memakannya. Namun ada pula sebagian anak yang sukses menahan diri untuk tidak memakan marshmallow yang ada didepannya hingga peneliti masuk kembali ke ruangan.
Ini yang menarik dari ekseperimen Marshmallow. Mischel kemudian mengikuti jejak kehidupan ratusan responden itu hingga 25 tahun lamanya (longitudinal research). Hasilnya mengagumkan, Mischel menemukan korelasi yang kuat antara kemampuan menahan diri (atau menunda kesenangan) dengan masa depan yang lebih baik, dimana anak yang berhasil menunda memakan marshmallow yang ada dihadapannya terbukti lebih sukses.
Ibadah puasa di bulan suci Ramadhan kesempatan kita meningkatkan kemampuan menunda kesenangan dengan menahan diri untuk tidak makan, minum dan hubungan biologis mulai adzan subuh sampai adzan magrib. Untuk meraih keutamaan Ramadhan, tidak sekedar menahan diri dari sesuatu yang dimensi fisik seperti makan dan minum, tapi juga menahan diri dari berperilaku yang tidak sesuai nilai kemanusiaan seperti amarah, sombong, korupsi dan egois.
Semoga puasa yang kita jalani dapat menghantar kita menjadi pribadi yang bertakwa. Pribadi yang mampu menunda kesenangan sehingga mendapatkan kesenangan yang hakiki: berjumpa dengan Allah Swt.
Dalam hadits qudsi, Allah berfirman: “Bagi orang yang berpuasa ada dua kesenangan, ketika berbuka puasa, ia senang dengan buka puasanya dan ketika berjumpa dengan Tuhannya, ia senang membawa pahala puasanya.”